Denpasar, Balienews.com, – Piodalan di Pura Pengerebongan, Desa Adat Kesiman, pada Redite Pon Wuku Medangsia, Minggu (11/5/2025) disemarakkan puluhan penjor yadnya karya Sekaa Teruna (ST) se-Desa Adat Kesiman. Deretan penjor tersebut menjadi bukti nyata semangat melestarikan tradisi di tengah tantangan kelangkaan bahan dan naiknya harga kebutuhan upakara.
Jro Bendesa Adat Kesiman, I Ketut Wisna, menegaskan bahwa penjor-penjor tersebut bukan sekadar hiasan, melainkan penjor yadnya yang sarat makna spiritual. “Penjor ini dilengkapi pala gantung, pala bungkah, dan pala wija sebagai simbol persembahan hasil bumi,” ujarnya.
Kreativitas ST Tak Pudar Meski Harga Bahan Melambung
Di tengah tantangan ekonomi, semangat ST Kesiman dalam berkarya tetap menyala. Wisna mengapresiasi inovasi yang terus berkembang setiap enam bulan sekali saat piodalan tiba.
“Dalam situasi harga bahan yang naik, ST tetap berupaya maksimal. Kreativitas mereka luar biasa. Setiap enam bulan, makin banyak ide-ide baru dan inovasi dalam karya penjor,” tutur Jro Bendesa Wisna.
Lomba Penjor: Bukan Sekadar Ajang Kompetisi
Lomba penjor yang digelar rutin sebelum piodalan memiliki tujuan lebih dalam daripada sekadar mencari pemenang. Wisna menekankan pentingnya pelestarian pakem dan nilai filosofis penjor sebagai bagian dari ritual. “Jangan sampai penjor hanya dilihat sebagai hiasan semata. Kami ingin menjaga pakem dan nilai-nilai yadnya-nya,” tegasnya.
Desa Adat Kesiman juga mempertegas kriteria penilaian lomba untuk memastikan penjor tidak menyimpang dari pakem. Rencananya, tradisi seperti ngelawar akan dihidupkan kembali untuk melengkapi rangkaian piodalan.
Penjor Pengerebongan: Ikon Budaya Generasi Muda Kesiman
Wisna berharap lomba penjor ini bisa menjadi identitas budaya Desa Adat Kesiman sekaligus media penguatan jati diri generasi muda. “Harapan kami, lomba Penjor Pengerebongan bisa menjadi ikon budaya Desa Adat Kesiman. Bukan hanya melestarikan tradisi, tapi juga memperkuat jati diri generasi muda dalam adat istiadat Bali,” pungkasnya. (BEM)