back to top
Jumat, September 26, 2025
- Advertisement -spot_img
BerandaGaya HidupPsikolog: FOMO dan FOPO Jadi Pemicu Remaja Mulai Berpacaran

Psikolog: FOMO dan FOPO Jadi Pemicu Remaja Mulai Berpacaran

Jakarta, Balienews.com — Psikolog Wahyu Bintari, S.Psi., M.Psi. mengingatkan pentingnya peran orangtua dalam mendampingi remaja yang rentan mengalami FOMO (Fear of Missing Out atau takut ketinggalan) dan FOPO (Fear of Other People’s Opinion atau takut akan pendapat orang lain).

Tekanan sosial ini sering membuat remaja tergoda untuk berpacaran meski awalnya tidak memiliki niat.

“Banyak remaja minder gara-gara komentar teman, misalnya ada yang bilang, ‘kamu sudah 17 tahun tapi kok belum pacaran’,” ujar Wahyu dikutip dari Kompas.com.

Pentingnya Pendidikan Karakter dari Rumah

Menurut Wahyu, pendidikan karakter harus dimulai dari lingkungan keluarga. Orangtua perlu menanamkan keyakinan bahwa masa remaja adalah waktu terbaik untuk mengejar mimpi dan mengembangkan potensi.

“Kalau anak-anak tidak gabut atau mager, tapi punya aktivitas yang menyerap energi secara positif, mereka tidak akan mudah FOMO maupun FOPO,” jelasnya.

Ia menekankan bahwa orangtua berperan penting dalam mengarahkan anak agar mengisi waktu dengan kegiatan produktif yang dapat membangun rasa percaya diri.

Peran Sekolah dalam Membentuk Karakter

Selain keluarga, sekolah juga memegang peranan penting melalui penyusunan kurikulum yang efektif. Wahyu menilai, padatnya aktivitas belajar mampu membuat remaja lebih fokus pada pengembangan diri ketimbang memikirkan hal-hal sepele seperti pacaran.

“Di sekolah dengan kurikulum padat, anak-anak lebih sedikit waktunya untuk hal tidak penting. Sebaliknya, kurikulum longgar sering membuat anak lebih banyak waktu untuk kegiatan yang tidak terkontrol,” tambahnya.

Arahkan Energi untuk Hal Positif

Wahyu menegaskan, sinergi antara orangtua dan sekolah penting untuk menanamkan nilai karakter pada anak. Masa remaja, katanya, adalah fase penting untuk meraih impian dan membangun masa depan, bukan sekadar larut dalam tekanan sosial.

“PR terbesar orangtua adalah bagaimana mengarahkan energi anak-anak habis untuk hal-hal yang positif dan produktif,” pungkasnya. (BEM)

BERITA LAINNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_img

PILIHAN EDITOR

KOMENTAR TERKINI