Denpasar, Balienews.com — Gubernur Bali I Wayan Koster menilai sistem Online Single Submission (OSS) saat ini terlalu tersentralisasi dan telah mengambil alih kewenangan daerah. Ia menyebut kondisi ini menimbulkan banyak persoalan di lapangan, terutama dalam pengendalian investasi dan tata ruang. Karena itu, Koster meminta pemerintah pusat dan DPR RI untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem OSS.
Koster Nilai OSS Tak Sejalan dengan Semangat Otonomi Daerah
Dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/10/2025), Koster menegaskan bahwa semangat otonomi daerah seharusnya memberi ruang bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mengelola pembangunan sesuai karakter dan kebutuhan wilayahnya.
“Semua kendali ada di pusat, daerah hanya jadi penonton. Kita harus ubah norma-normanya supaya daerah punya ruang menjaga keberlanjutan ekonomi dan budaya Bali,” ujar Koster.
Usulkan Sinkronisasi OSS dengan Regulasi Daerah
Koster berencana mengusulkan kepada Pemerintah Pusat dan DPR RI agar sistem OSS dievaluasi. Ia menekankan pentingnya sinkronisasi antara norma OSS dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) daerah.
Selain itu, ia mengusulkan agar kewenangan verifikasi izin usaha dikembalikan ke pemerintah daerah, serta perlu dilakukan klasifikasi ulang sektor usaha — khususnya pariwisata dan perdagangan modern — menjadi kategori risiko menengah atau tinggi.
Ambang Modal PMA Dianggap Perlu Dinaikkan di Bali
Koster juga menyoroti ambang batas modal untuk Penanaman Modal Asing (PMA) yang saat ini minimal Rp10 miliar. Menurutnya, angka itu terlalu rendah untuk Bali sebagai daerah dengan tingkat investasi yang sudah matang.
“Bali perlu kebijakan khusus agar pengelolaan ruang dan investasi tidak menimbulkan ketimpangan sosial serta kerusakan lingkungan,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya hak koreksi daerah terhadap izin yang melanggar tata ruang dan memberikan ruang bagi pemerintah daerah menentukan bidang usaha yang sudah jenuh.
Dapat Dukungan dari PHRI Bali
Persoalan OSS juga dibahas dalam rapat koordinasi evaluasi OSS RBA di Denpasar, Rabu (8/10/2025). Rapat tersebut dihadiri oleh Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra, Dinas PMTSP Kabupaten/Kota se-Bali, dan Tim Pengkaji Regulasi OSS.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Perry Markus, turut menyampaikan pandangan senada. Ia mengusulkan agar batas minimal investasi dinaikkan menjadi Rp100 miliar untuk menekan dominasi investor asing di sektor pariwisata Bali.
“Dengan batas Rp10 miliar saja, lahan di Bali sudah banyak dikuasai investor asing. Jika OSS tetap dibuka tanpa pengawasan daerah, maka izin usaha bisa terus keluar tanpa kendali,” ujarnya.
Koster berharap hasil evaluasi OSS dapat melahirkan kebijakan yang lebih berpihak pada daerah, menjaga kearifan lokal, serta memastikan pembangunan ekonomi Bali berjalan seimbang dan berkelanjutan. (BEM)