Jakarta, Balienews.com – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyoroti maraknya konten digital yang dibuat dengan kecerdasan buatan (AI) tanpa mencantumkan label atau keterangan bahwa konten tersebut hasil produksi AI.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menyebut praktik tersebut tidak etis dan berpotensi menyesatkan publik.
“Kita masih melihat video atau gambar AI yang tidak mencantumkan logo atau label AI. Saya pikir itu tidak etis,” ujar Nezar dalam keterangannya, Rabu (22/10).
AI Bawa Inovasi, tapi Juga Risiko Kejahatan Siber
Nezar menjelaskan, perkembangan teknologi AI saat ini memang membuka peluang besar bagi inovasi dan efisiensi di berbagai bidang. Namun, di sisi lain, kemajuan tersebut juga melahirkan tantangan serius, terutama penyalahgunaan AI untuk kejahatan siber seperti penyebaran hoaks, disinformasi, hingga konten deepfake.
“Produk deepfake berbasis AI ini, ketika digunakan untuk melakukan kejahatan, sungguh luar biasa dapat menipu masyarakat,” tegas Nezar.
Menurutnya, praktik kejahatan berbasis AI telah menyebabkan kerugian hingga Rp700 miliar. Karena itu, upaya mitigasi dan regulasi menjadi langkah mendesak agar masyarakat terlindungi dari dampak negatif teknologi ini.
Pemerintah Siapkan Peta Jalan dan Regulasi AI Nasional
Untuk menghadapi tantangan tersebut, pemerintah melalui Komdigi tengah menyiapkan Peta Jalan AI Nasional yang menekankan prinsip akuntabilitas dan transparansi bagi pengembang AI.
Nezar menjelaskan, draf aturan terkait kecerdasan buatan ditargetkan rampung pada bulan ini, meski masih harus melewati tahap harmonisasi antarinstansi sebelum disahkan.
“Bulan ini drafnya selesai, tapi ada proses harmonisasi agar tidak tumpang tindih dengan peraturan lain,” katanya dalam Forum Talenta Digital Komdigi di Jakarta, Jumat (17/10).
Menyeimbangkan Inovasi dan Perlindungan
Wamenkomdigi menegaskan, Peta Jalan AI Nasional akan fokus mencari keseimbangan antara mendorong inovasi dan melindungi masyarakat dari risiko yang mungkin timbul.
“Spirit-nya adalah mencari keseimbangan antara inovasi dan proteksi. Kita maksimalkan manfaat AI, dan minimalkan risiko-risiko yang muncul,” pungkas Nezar.
Pemerintah berharap kehadiran regulasi dan peta jalan AI ini dapat menciptakan ekosistem digital yang sehat, transparan, dan beretika. Masyarakat pun diimbau untuk lebih kritis dalam mengonsumsi konten digital yang berpotensi hasil manipulasi AI. (BEM)




