back to top
Selasa, Desember 2, 2025
- Advertisement -spot_img
BerandaNusantaraBudayaTradisi Mekotek Munggu Kembali Digelar Saat Kuningan, Simbol Syukur dan Tolak Bala

Tradisi Mekotek Munggu Kembali Digelar Saat Kuningan, Simbol Syukur dan Tolak Bala

Mangupura, Balienews.com – Desa Adat Munggu di Kecamatan Mengwi, Badung, kembali menggelar tradisi Mekotek pada Hari Suci Kuningan, Sabtu (29/11), sebagai ritual syukur dan penolak bala.

Tradisi yang dilakukan oleh krama Munggu ini berlangsung di kawasan desa setempat, menampilkan kayu-kayu pulet yang disatukan hingga membentuk piramida, sebagai simbol kemenangan masa lalu dan penghormatan pada leluhur yang diwariskan secara turun-temurun.

Makna Mekotek: Merayakan Kemenangan dan Penolak Bala

Bendesa Adat Munggu, I Made Suwinda, mengatakan bahwa Mekotek bukan sekadar tontonan, melainkan ritual suci untuk merayakan kemenangan Kerajaan Mengwi terhadap Blambangan. Tradisi ini dilaksanakan setiap Saniscara Kliwon Kuningan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat.

Ia menjelaskan bahwa masyarakat Munggu meyakini Mekotek juga berfungsi sebagai penolak bala, karena bila ritual tidak digelar, desa dikhawatirkan akan mengalami grubug atau wabah penyakit.

Baca Juga :  Kasanga Festival 2025 Resmi Dibuka, 16 Ogoh-Ogoh Terbaik Ramaikan Denpasar

Keyakinan ini berakar dari pengalaman masa lampau ketika tradisi sempat dilarang oleh tentara Belanda, yang kemudian diikuti kemunculan wabah di masyarakat.

Asal-Usul Tradisi Mekotek

Sejarah singkat Mekotek berkaitan dengan I Gusti Nyoman Munggu, raja Mengwi yang berdomisili di Munggu. Sebelum berangkat berperang ke Blambangan, Jawa Timur, ia melakukan tapa dan mengucap sesangi di Pura Dalem Kahyangan Wisesa Munggu.

Setelah kemenangan diraih, masyarakat merayakan keberhasilan tersebut dengan membawa kayu dan senjata yang saling berhimpitan hingga menimbulkan bunyi ngerupyuk. Tradisi inilah yang kemudian diwariskan sebagai Mekotek dan rutin digelar setiap Hari Raya Kuningan.

Nilai Sosial: Mempererat Persatuan Antarbanjar

Selain aspek spiritual, Suwinda menuturkan bahwa Mekotek memiliki manfaat sosial sebagai sarana mempererat hubungan antarbanjar. Ritual ini melibatkan seluruh elemen masyarakat, sehingga menjadi momentum penting menjaga keharmonisan di desa adat.

Baca Juga :  DTW Tanah Lot Siap Sambut Libur Idul Fitri dan Nyepi dengan Peningkatan Keamanan dan Hiburan Tradisional

Fenomena Aksi Naik ke Tumpukan Kayu: Diluruskan Prajuru Desa

Dalam beberapa tahun terakhir, Mekotek sempat diwarnai aksi peserta yang naik ke atas tumpukan kayu pulet. Menurut Suwinda, tradisi asli Mekotek tidak pernah melibatkan adu nyali semacam itu.

Meski pada pelaksanaan Sabtu lalu masih terlihat satu-dua peserta yang mencoba naik, prajuru desa terus mengimbau agar praktik tersebut dikurangi. Selain tidak sesuai sejarah, aksi itu berpotensi membahayakan peserta dan dapat menimbulkan persepsi keliru tentang tradisi tersebut.

Upaya Pelestarian dan Edukasi Masyarakat

Suwinda menegaskan bahwa desa adat akan terus memberikan edukasi agar tradisi Mekotek tetap berjalan sesuai pakem leluhur.

Pelestarian nilai sejarah dianggap penting untuk menghindari kesalahpahaman dan menjaga kesucian tradisi yang telah diwariskan selama berabad-abad.

Baca Juga :  Ribuan Umat Hindu Gelar Upacara Melasti di Tanah Lot Jelang Nyepi 2025

Tradisi Mekotek bukan hanya simbol kemenangan, tetapi juga pengingat akan pentingnya syukur, persatuan, dan pelestarian warisan budaya. Pelestarian tradisi ini membutuhkan kolaborasi seluruh warga, agar nilai luhur yang terkandung di dalamnya tetap hidup untuk generasi mendatang. (BEM)

BERITA LAINNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_img

PILIHAN EDITOR

KOMENTAR TERKINI