Denpasar, Balienews.com – Meningkatnya jumlah perokok anak di Indonesia mendorong berbagai pihak untuk memperkuat kampanye bahaya rokok, terutama bagi anak dan remaja. Meski regulasi telah melarang promosi serta konsumsi rokok di kalangan anak, kenyataannya akses terhadap rokok masih sangat mudah melalui iklan dan perilaku orang dewasa di sekitarnya.
Peningkatan Perokok Anak Jadi Sorotan Simposium Perlindungan Anak
Dalam Simposium Perlindungan Anak yang digelar oleh Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) bersama Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Selasa (27/5), berbagai pihak menyoroti perlunya edukasi dan tindakan nyata untuk menekan jumlah perokok anak. Acara ini menjadi bagian dari rangkaian Indonesia Conference on Tobacco or Health (ICTOH) ke-10 di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar.
Duta Anak Nasional 2025 dan TC Warriors LPAI Bali, Ayu Arini Dipta Septina, menyampaikan bahwa iklan rokok masih banyak ditemukan di ruang publik, mulai dari billboard hingga warung-warung. Ia menyoroti perilaku orangtua yang masih merokok di depan anak, meski telah ada larangan dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.
“Anak-anak sangat mudah terpapar. Perilaku orang dewasa yang merokok di depan mereka seolah memberi contoh bahwa merokok adalah hal yang wajar,” ujar siswi SMA Negeri 1 Tabanan tersebut.
7,4 Persen Perokok Aktif Berusia 10–18 Tahun
Mengutip data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 oleh Kementerian Kesehatan RI, jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai sekitar 70 juta orang, dengan 7,4 persen di antaranya adalah anak berusia 10–18 tahun. Kelompok usia 15–19 tahun menjadi penyumbang terbesar (56,5%), diikuti usia 10–14 tahun (18,4%).
Rokok Konvensional dan Elektrik Sama-Sama Berbahaya
dr Ni Luh Sri Apsari, MBiomed, SpA, dokter anak dan akademisi dari FK Universitas Udayana, menjelaskan bahaya zat-zat dalam rokok seperti nikotin, karbon monoksida, dan tar yang menyebabkan kecanduan dan meningkatkan risiko penyakit serius, termasuk kanker paru-paru.
“Rokok elektrik pun tak kalah berbahaya. Selain nikotin, ada formaldehida, logam berat, dan zat perasa yang efek jangka panjangnya belum sepenuhnya diketahui,” ujarnya.
Pentingnya Rehabilitasi dan Kampanye Digital
Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Bali, Ni Luh Gede Yastini, menekankan perlunya layanan rehabilitasi khusus anak yang ingin berhenti merokok. Ia juga mendorong pemanfaatan media digital sebagai sarana menyebarkan pesan anti-rokok secara masif.
“Pencegahan dan penanganan harus dilakukan secara berkelanjutan agar efektif menekan angka perokok anak,” tegasnya.
Lawan Industri Rokok dengan Kreativitas
Ketua Umum LPAI, Seto Mulyadi alias Kak Seto, menyatakan bahwa perjuangan melawan industri rokok yang kuat dan kaya dana bukan hal mudah. Namun, ia menegaskan bahwa kampanye harus terus dilakukan secara kreatif dan kolaboratif.
“Kita harus adu kreativitas, kekuatan mental, dan idealisme untuk menyelamatkan jutaan anak dari bahaya rokok,” katanya.
Kak Seto juga mengingatkan pentingnya peran keluarga dalam membentengi anak-anak dari pengaruh rokok.
“Anak harus dilindungi dari paparan langsung maupun tidak langsung terhadap rokok. Keluarga harus menjadi benteng utama,” tutupnya. (BEM)