Tabanan, Balienews.com – Warisan budaya tenun cagcag di Puri Gede Belayu, Kecamatan Marga, Tabanan, kini terancam punah. Minimnya regenerasi membuat kerajinan tradisional yang pernah digeluti hampir seluruh perempuan Desa Adat Belayu ini hanya tersisa tujuh perajin lanjut usia.
Tradisi Turun-Temurun yang Kian Meredup
Ketua Kelompok Tenun Cagcag Sekar Jepun Belayu, I Gusti Ayu Kartiniati (66), menuturkan tradisi menenun telah diwariskan sejak masa kerajaan. Dahulu, hampir setiap perempuan di desa mengisi waktu dengan menenun selendang atau kamen di rumah.
“Anak-anak sekarang tidak tertarik, mereka lebih memilih pekerjaan lain. Saat ini jumlah perajin terus berkurang, hanya ada tujuh orang di keluarga Puri,” ungkapnya, Senin (30/9).

Proses Rumit, Pendapatan Minim
Tenun cagcag dikenal rumit karena membutuhkan waktu dua minggu untuk menghasilkan kain sepanjang 2,5 meter. Satu gulungan benang katun seharga Rp125 ribu, sementara untuk enam hingga delapan kain diperlukan sekitar 15 gulungan. Hasil penjualan rata-rata hanya Rp200 ribu hingga Rp250 ribu per lembar.
Motif yang dihasilkan pun khas Bali, seperti pakan lidi, cerik bolong model jendela, sumping waluh, blengbong, dan cerik poleng. Permintaan umumnya datang dari Klungkung dan salon busana adat untuk keperluan upacara, pengantin, hingga ngeraja swala.
“Dulu tenun dipakai sehari-hari, sekarang hanya untuk upacara. Itu pun jumlahnya terbatas,” kata perajin senior, I Gusti Ayu Suarti (71).
Upaya Pelestarian dari Desa dan Pemerintah
I Gusti Ayu Rai Parnitiningsih, kerabat Puri Belayu yang juga Kasi Kesra Desa Peken Belayu, mengatakan desa telah merancang pelatihan menenun menggunakan dana desa. Program ini diharapkan menarik minat generasi muda.
Bupati Tabanan, Dr. I Komang Gede Sanjaya, yang sempat meninjau langsung kondisi perajin dalam agenda program Bungan Desa, meminta BRIDA melakukan kajian serius.
“Kaji dulu cari persoalannya, bisa subsidi lewat APBD. Pemerintah harus masuk agar tidak hilang budaya atau sejarah Belayu,” tegas Sanjaya.
Harapan untuk Masa Depan
Meski jumlah perajin kian menyusut, Kelompok Sekar Jepun Belayu tetap berusaha bertahan. Mereka tengah mengupayakan pendaftaran motif tenun cagcag ke Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) sekaligus mencari inovasi agar kain dapat dikembangkan menjadi produk fesyen modern, bukan hanya untuk upacara adat.
Keberlangsungan tenun cagcag Belayu kini bergantung pada regenerasi dan dukungan nyata pemerintah. Tanpa langkah konkret, warisan budaya ini berpotensi hilang dari Tabanan. (BEM)