P2G: Evaluasi Pendidikan Perlu, Namun Jangan Merugikan Siswa
balienews.com, – Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyampaikan sejumlah catatan terkait rencana pemerintah untuk kembali menggelar Ujian Nasional (UN) bagi siswa SMA mulai November 2025. Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, menyatakan bahwa pihaknya pada dasarnya mendukung evaluasi pendidikan. Namun, ia mengingatkan agar proses pelaksanaan UN tidak merugikan siswa.
“P2G setuju bahwa sistem pendidikan nasional membutuhkan formula evaluasi. Peserta didik, guru, dan sekolah harus dievaluasi. Namun, evaluasi tersebut harus dilaksanakan dengan bijak agar tidak menimbulkan kerugian bagi siswa,” ujar Satriwan dikutip dari Kompas.com, Rabu (22/1/2025).
Catatan Penting P2G untuk Ujian Nasional 2025
Satriwan memberikan beberapa poin penting yang perlu dipertimbangkan sebelum pelaksanaan UN 2025. Berikut adalah catatan yang disampaikan P2G:
1. Ujian Nasional Bukan Penentu Kelulusan
P2G menegaskan bahwa UN tidak boleh menjadi standar atau syarat kelulusan siswa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), khususnya Pasal 57, 58, dan 59, evaluasi pendidikan memang diwajibkan. Namun, undang-undang tersebut tidak mengatur bahwa evaluasi harus berbentuk ujian yang menentukan kelulusan siswa.
“Penentuan kelulusan murid seharusnya menjadi tanggung jawab guru di sekolah, bukan negara. Jika UN menjadi penentu kelulusan, ini akan menjadi high-risk testing yang membebani siswa secara psikologis,” jelas Satriwan.
2. Penentuan Skema Harus Melibatkan Stakeholder
Skema pelaksanaan UN versi terbaru harus melibatkan berbagai pihak terkait. Guru, dinas pendidikan, hingga orang tua siswa perlu diajak berdiskusi untuk merumuskan skema evaluasi yang adil dan efektif.
3. Jangan Sampai Merugikan Siswa
Satriwan menyebutkan bahwa evaluasi pendidikan tidak boleh menimbulkan kerugian bagi siswa, baik dari segi fisik, mental, maupun finansial. Proses evaluasi harus dirancang sedemikian rupa agar mendukung pengembangan potensi siswa tanpa membebani mereka.
4. Hindari Pemborosan Anggaran
P2G juga mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan efisiensi anggaran dalam pelaksanaan UN. Sebagai contoh, pelaksanaan UN terakhir pada 2021 menghabiskan dana hingga Rp 500 miliar. Asesmen nasional yang dilakukan pada era Menteri Nadiem Makarim juga memakan biaya yang cukup besar.
“Evaluasi pendidikan memang menjadi amanat undang-undang, tetapi tidak boleh hanya menjadi aktivitas yang membebani APBN tanpa memberikan manfaat nyata bagi siswa,” tambah Satriwan.
5. Integrasi dengan Seleksi Perguruan Tinggi Perlu Dikaji
P2G menyoroti rencana pemerintah untuk menjadikan hasil UN sebagai salah satu bahan pertimbangan seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Menurut Satriwan, hal ini kurang tepat karena karakteristik penilaian UN berbeda dengan seleksi masuk perguruan tinggi.
“Ujian nasional merupakan asesmen akhir proses pendidikan selama tiga tahun, sementara seleksi perguruan tinggi bersifat kompetitif untuk menjaring calon mahasiswa. Menggabungkan dua skema ini dapat menimbulkan kebingungan dan ketidakadilan,” kata Satriwan.
Ia juga menambahkan bahwa tidak semua siswa berminat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri. Oleh karena itu, jika UN akan diintegrasikan dengan seleksi masuk perguruan tinggi, sifatnya harus opsional dan hanya berlaku bagi siswa yang berminat.
Pentingnya Evaluasi Pendidikan yang Berkeadilan
Evaluasi pendidikan merupakan elemen penting dalam sistem pendidikan nasional. Namun, pemerintah harus memastikan bahwa pelaksanaannya tidak menambah beban bagi siswa, guru, maupun anggaran negara. Dengan melibatkan seluruh stakeholder dan merancang skema yang matang, evaluasi pendidikan dapat menjadi instrumen yang efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Rencana pelaksanaan UN 2025 memberikan peluang bagi pemerintah untuk menciptakan sistem evaluasi yang lebih inklusif dan relevan dengan kebutuhan pendidikan masa depan. Dengan mempertimbangkan catatan dari P2G, diharapkan evaluasi pendidikan dapat berjalan optimal tanpa merugikan pihak-pihak yang terlibat. (BEM)