Mataram, Balienews.com — Sekretariat DPRD Provinsi Bali melakukan studi tiru ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Kamis (17/7), untuk mempelajari pengolahan sampah menjadi Solid Recovered Fuel (SRF) yang terbukti memiliki nilai ekonomis dan ramah lingkungan.
Kunjungan ini dipusatkan di TPA Kebon Kongok, Lombok Barat, yang sukses menjual hasil olahannya ke PLTU Jeranjang.
TPA Kebon Kongok Jadi Percontohan Pengolahan Sampah SRF
Kepala Bagian Umum Sekretariat DPRD Bali, I Kadek Putra Suantara, mengungkapkan kekagumannya terhadap inovasi NTB dalam mengolah sampah menjadi SRF. Ia menyebut pengalaman ini akan dijadikan masukan untuk diterapkan di Bali.
“Kami ingin mempelajari secara mendalam sistem dan mekanisme pengolahan sampah menjadi SRF. Hasilnya luar biasa, bahkan sudah dijual ke pembangkit listrik,” ujar Kadek.
Ia menambahkan, Bali sebelumnya juga memiliki fasilitas TPST yang sempat memproduksi Refuse Derived Fuel (RDF). Namun, pengolahan tersebut terkendala oleh tidak adanya off-taker atau pembeli hasil olahan.
Perbedaan SRF dan RDF: Mana yang Lebih Efektif?
Kepala UPTD TPA Kebon Kongok, Radius Ramli Hidarman, menjelaskan bahwa awalnya sistem mereka juga ditujukan untuk RDF. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi SRF lebih stabil, bernilai tinggi, dan sesuai kebutuhan PLTU Jeranjang yang berada tepat di sebelah barat lokasi TPA.
“SRF lebih homogen, sekitar 95% berasal dari sampah organik seperti daun dan ranting. RDF lebih heterogen dan beragam,” terang Radius.
Dengan formulasi tersebut, TPA Kebon Kongok mampu menghasilkan pendapatan sekitar Rp1,8 miliar per tahun. Meski demikian, kapasitas olah sampah saat ini masih terbatas hanya 30 ton per hari dari total 345 ton sampah yang masuk.
Tantangan: Minimnya Pemilahan Sampah di Hulu
Radius menegaskan bahwa kendala utama pengolahan adalah rendahnya kesadaran masyarakat dalam memilah sampah sejak dari rumah. Sampah yang masuk ke TPA umumnya tercampur, menyulitkan pemrosesan.
“Jika pemilahan optimal di hulu, kapasitas produksi bisa meningkat, nilai jual bahan baku energi juga naik,” jelasnya.
Saat ini, SRF dari TPA Kebon Kongok dijual dengan harga Rp425 per kilogram untuk kalori 2.300 kW. Namun, untuk meningkatkan produksi, diperlukan tambahan alat dan sinergi dengan pemerintah kabupaten/kota seperti Lombok Barat dan Kota Mataram.
Peran Masyarakat dan Kepastian Pasar Jadi Kunci Keberhasilan
DPRD Bali dan pihak pengelola TPA NTB sepakat bahwa kesuksesan pengolahan sampah tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga keterlibatan masyarakat dan adanya kepastian pasar untuk hasil akhir pengolahan.
“Kami berharap masyarakat lebih aktif memilah sampah dan pemerintah daerah dapat mengelola dari hulu. Pasar juga harus jelas agar hasil pengolahan tidak sia-sia,” tutup Radius. (BEM)