Tabanan, Balienews.com – Imam Kambali (46), warga Desa Denbantas, Tabanan, sukses mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM) melalui metode pirolisis. Inovasi ini tak hanya menyelamatkan lingkungan dari limbah plastik, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru yang berkelanjutan.
Berawal dari Masalah Kesehatan Keluarga
Imam, pria asal Jombang, Jawa Timur, menetap di Bali sejak 2008. Kepeduliannya terhadap lingkungan muncul dari kondisi anak keduanya yang menderita asma akibat asap pembakaran sampah. Ia lalu mencari solusi pengolahan sampah plastik yang aman dan produktif.
“Anak saya sering kambuh asmanya karena pembakaran sampah di lahan kosong. Dari situ saya mulai berpikir untuk mengolah sampah plastik secara lebih ramah lingkungan,” kata Imam.
Proses Pirolisis: Sampah Jadi Solar, Minyak Tanah, dan Bensin
Dengan teknik pirolisis, plastik dipanaskan hingga berubah menjadi gas, lalu melalui proses kondensasi (perubahan wujud dari gas menjadi cair) untuk menghasilkan cairan BBM.
Imam berhasil memproduksi tiga jenis bahan bakar (solar, minyak tanah, dan bensin) dari jenis plastik tertentu, kecuali PET, PVC, dan PC yang tidak cocok untuk proses ini.
“Dari 10 kilogram plastik kering dan bersih, saya bisa mendapatkan sekitar 9 liter BBM,” ungkapnya.
Prosesnya mencakup pemanasan ulang, perlakuan kimiawi, dan pemisahan menggunakan mesin sentrifugal. BBM hasil olahan dijual dengan harga lebih murah dari pasaran, sementara sisanya digunakan untuk kendaraan pribadi dan mesin penggiling.
Riset Mandiri dengan Dana Rp40 Juta
Meski bermodal alat sederhana dan hasil rakitan sendiri, Imam telah menghabiskan dana riset sekitar Rp40 juta. Ia juga pernah mengalami ledakan kecil saat tahap awal percobaan, namun tidak menyerah dan terus belajar melalui literatur dan video daring.
“Saya sudah pakai minyak tanah hasil olahan ini selama enam bulan dan tidak ada kendala. Sekarang sedang riset untuk solar,” jelas Imam.
Gandeng Sekolah dan Masyarakat untuk Bahan Baku
Imam menggandeng SD Negeri 2 Denbantas untuk penyediaan sampah plastik. Ia rutin mengambil sampah dari sekolah tersebut setiap 4-5 hari. Sampah plastik juga dikumpulkan dari Banjar Dukuh Buahan dan masyarakat sekitar.
“Kalau ada yang mau bawa sampah plastik ke rumah, saya siap menampung,” tegasnya.
Pertanian Terintegrasi dari Sampah Organik
Tak hanya plastik, Imam juga mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos dan media tanam. Ia menyewa lahan tiga are dan menanam pepaya, lidah buaya, serta tapak dara menggunakan media dari lemari es bekas.
Hasil panennya dijual mulai dari Rp20.000 per pot, dan pupuk kompos seharga Rp15.000 per 5 kg. Ia juga membudidayakan ikan nila dengan pendapatan sekitar Rp1 juta per bulan.
Buka Kerja Sama untuk Pengelolaan Sampah Mandiri
Saat ini, Imam membuka peluang kerja sama dengan sekolah, rumah tangga, kantor, hingga desa adat yang ingin mengelola sampah secara mandiri. Kapasitasnya masih bisa menampung sampah dari 3-4 sekolah lagi.
“Kalau kita serius kelola sampah, ini bukan limbah lagi, tapi berkah untuk lingkungan dan ekonomi,” tutupnya. (BEM)