back to top
Rabu, Juli 16, 2025
- Advertisement -spot_img
BerandaPilihan EditorKampung Jalak Bali: Desa Konservasi Unik yang Tarik Wisatawan Lokal dan Dunia

Kampung Jalak Bali: Desa Konservasi Unik yang Tarik Wisatawan Lokal dan Dunia

Tabanan, Balienews.com – Di tengah maraknya perdagangan burung liar, warga Banjar Tingkih Kerep, Desa Tengkudak, Kecamatan Penebel, Tabanan, memilih jalur berbeda. Mereka sepakat membentuk awig-awig atau aturan adat untuk melindungi burung dan ikan, serta menetapkan wilayahnya sebagai pusat pelepasan dan pelestarian Jalak Bali, burung endemik Bali yang nyaris punah. Kini, kawasan ini dikenal luas sebagai Kampung Jalak Bali.

Komitmen Warga Jadi Kunci Sukses Konservasi

Menurut I Wayan Yudiartana, staf Kampung Jalak Bali dan Yayasan Friends of the National Parks Foundation (FNPF), daerah ini dulunya menjadi habitat alami berbagai spesies burung. Namun, aktivitas jual beli burung liar oleh pendatang luar desa cukup mengkhawatirkan.

“Akhirnya sepakat membuat awig-awig untuk melindungi burung dan ikan. Setelah dua kali melakukan pelepasan ikan, ada warga yang juga manajer FNPF tertarik membantu konservasi Jalak Bali karena melihat kekompakan warga,” ujarnya, Minggu (22/6).

Warga desa memberi makan Jalak Bali secara alami di lingkungan konservasi.

Lepas Liar Puluhan Burung

Sejak diresmikan belum genap setahun, Kampung Jalak Bali telah melepas puluhan Jalak Bali ke alam bebas. Tradisi pelepasan burung dilakukan rutin setiap 17 Agustus, sebagai bentuk peringatan Hari Kemerdekaan.

“Sejak ada awig-awig, kami rutin melepas burung setiap 17 Agustus,” tambah Yudiartana.

Pelepasan pertama dimulai dengan 10 pasang Jalak Bali setelah karantina selama satu bulan. Dilanjutkan dengan pelepasan tahap kedua sebanyak 18 ekor dan tahap ketiga pada Juni 2025 sebanyak 60 ekor indukan yang disebar ke seluruh wilayah Banjar di Desa Tengkudak.

Populasi Alami Terus Bertambah

Hingga kini, terdapat 56 ekor Jalak Bali dewasa yang aktif di alam, serta 24 ekor anakan hasil penetasan alami. Dari 13 titik sarang yang disiapkan, enam sarang tergolong sangat produktif.

“Warga sangat mendukung. Mereka aktif merawat burung, bahkan ikut menyediakan pakan buah-buahan. Untuk jangkrik dibeli dari donasi pengunjung,” kata Yudiartana.

Kampung Jalak Bali juga mulai melibatkan banjar tetangga. Populasi Jalak Bali kini menyebar ke tiga wilayah lain: Banjar Tegayang (Desa Penatahan), Banjar Bongli (Desa Sangketan), dan Banjar Tegalinggah (Desa Tegalinggah).

“Burung ini unik. Setelah dua kali bertelur, mereka akan mencari sarang baru, jadi sarang harus dirawat rutin tiap dua bulan,” jelasnya.

Tantangan Alam dan Dukungan Pemerintah

Meski berkembang, ancaman tetap ada. Burung bubut (sawan hujan) dan elang tikus kerap memangsa anakan Jalak Bali.

Dukungan datang dari pemerintah desa. Kelian Dinas Banjar Tingkih Kerep, I Nengah Mahardika, melihat program ini sebagai peluang menjadikan desanya sebagai destinasi ekowisata.

“Respons masyarakat sangat positif. Ini bukan hanya pelestarian, tapi juga peluang pariwisata. Semua dikelola mandiri oleh desa adat,” jelasnya.

Burung Jalak Bali bertengger di tangan seorang wisatawan domestik.

Wisatawan Terpikat Ekowisata Jalak Bali

Wisatawan mulai berdatangan, baik dari Bali seperti Denpasar, Canggu, dan Gianyar, maupun dari mancanegara. Banyak yang mengetahui Kampung Jalak Bali dari media sosial dan datang untuk menyaksikan langsung burung Jalak Bali terbang bebas di alam.

“Dulu burung ini hanya bisa dilihat di kandang atau kebun binatang. Sekarang bisa dilihat langsung di alam. Itu yang membuat wisatawan tertarik,” tutup Yudiartana. (BEM)

BERITA LAINNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_img

PILIHAN EDITOR

KOMENTAR TERKINI