Denpasar, Balienews.com – Sekitar 100 pekerja sektor pariwisata di Bali mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat kebijakan efisiensi dan dinamika ekonomi global. Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) dan ESDM Provinsi Bali, Ida Bagus Setiawan, di Denpasar, Selasa (10/6/2025).
Menurut Ida Bagus Setiawan, PHK ini sebagian besar terjadi pada karyawan hotel dan restoran di Kabupaten Badung. Ia juga menekankan bahwa jumlah tersebut kemungkinan belum mencerminkan kondisi riil karena data dari kabupaten/kota lainnya masih dalam proses pendataan.
PHK Terkait Efisiensi dan Kebijakan Pemerintah
Disnaker Bali mengaitkan gelombang PHK ini dengan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah daerah, khususnya dalam pemanfaatan akomodasi pariwisata untuk agenda resmi pemerintahan.
“Memang ada kebijakan dari Mendagri bahwa daerah sudah boleh mengadakan rapat di hotel, tapi kembali lagi apakah hal tersebut dianggarkan, karena anggaran tidak bisa seketika ada,” jelas Ida Bagus Setiawan.
Anomali di Tengah Kenaikan Okupansi Hotel
Ida Bagus Setiawan menilai PHK di sektor perhotelan saat ini merupakan sebuah anomali, mengingat sektor pariwisata Bali sedang menunjukkan tren pemulihan dengan okupansi hotel yang terus meningkat.
“Di Bali, ketika ada PHK satu saja itu sudah jadi masalah, karena pariwisata sedang menggeliat naik. Kalau sampai ada PHK, menjadi sebuah anomali,” ujarnya.
Ia menduga jumlah pekerja yang terdampak bisa lebih banyak, mengingat pendataan baru dilakukan di satu kabupaten saja. Oleh karena itu, Disnaker Bali mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk segera melakukan inventarisasi tenaga kerja terdampak dengan merujuk pada data BPJS Ketenagakerjaan.
Efek Krisis Global dan Kurangnya Diversifikasi Lapangan Kerja
Selain faktor efisiensi, Disnaker Bali juga melihat dampak dari kondisi ekonomi global terhadap sektor pariwisata. Ida Bagus Setiawan menggarisbawahi pentingnya mencari alternatif pekerjaan lain di luar sektor perhotelan.
“Cuma masyarakat kita lebih memilih di perhotelan, padahal dukungan lainnya masih banyak yang bisa membuka peluang kerja,” katanya.
Pemerintah Provinsi Bali kini tengah berupaya mendorong diversifikasi ekonomi, termasuk mengembangkan sektor pertanian dan energi sebagai alternatif untuk menciptakan lapangan kerja baru.
“Kalau di Bali, program padat karya minim karena sektor kita dominan pariwisata. Tapi kita coba dari berbagai aspek, termasuk pertanian dan energi,” lanjutnya.
Beda dengan Masa Pandemi, Tapi Tetap Butuh Solusi
Disnaker menegaskan bahwa PHK saat ini tidak bisa disamakan dengan gelombang PHK saat pandemi COVID-19. Kali ini, persoalannya lebih terkait dengan tekanan ekonomi dan kebijakan anggaran, bukan karena pembatasan aktivitas wisata.
Kondisi ini menjadi sinyal penting bagi pemerintah daerah dan pelaku usaha untuk lebih siap menghadapi perubahan struktur ketenagakerjaan di Bali. Masyarakat pun didorong untuk melihat peluang kerja di luar sektor perhotelan demi mempertahankan kestabilan ekonomi keluarga. (BEM)