Balienews.com – Pelarangan produksi dan distribusi air minum dalam kemasan (AMDK) berukuran di bawah satu liter serta plastik sekali pakai di Bali dinilai tidak menyentuh inti persoalan sampah.
Ketua Umum Asosiasi Bank Sampah Indonesia (ASOBSI), Wilda Yanti, menyampaikan bahwa kebijakan tersebut sebaiknya ditinjau ulang karena justru menyasar kemasan yang memiliki nilai ekonomi dalam ekosistem daur ulang.
“Saya sarankan gubernur/wali kota/bupati untuk menghentikan dulu membuat aturan-aturan berupa pelarangan ini karena masalahnya bukan di situ. Tetapi masalahnya ada di waste management,” ujar Wilda Yanti, Senin (30/6/2025).
Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 yang menyasar penggunaan AMDK dan plastik sekali pakai sebagai bagian dari pengurangan sampah.
Permasalahan Utama: Sistem Pengelolaan Sampah Belum Optimal
Wilda menjelaskan bahwa akar persoalan ada pada sistem pengelolaan sampah yang belum berjalan maksimal, mulai dari keberadaan sampah liar, sampah yang berakhir di laut, hingga tempat pembuangan akhir (TPA) dengan sistem open dumping.
Menurutnya, alih-alih membuat aturan baru yang sulit dijalankan, pemerintah seharusnya fokus menerapkan regulasi yang sudah ada secara konsisten.
Pemerintah Diminta Pastikan Layanan Sampah Merata
Wilda menegaskan bahwa pemerintah harus memastikan seluruh masyarakat mendapatkan layanan pengelolaan sampah secara menyeluruh.
Ia menilai bahwa sebenarnya Indonesia telah memiliki infrastruktur pengelolaan sampah yang memadai seperti bank sampah, TPS3R, TPST, dan pusat daur ulang, namun pemanfaatannya belum maksimal.
“Dengan konsep yang ada didukung regulasi, fokus, dan jalankan secara terstruktur dan sistematis. Jadi otomatis dengan penanganan pola ini, yang masuk ke TPA hanya sampah residu,” jelasnya.
Circular Economy: Solusi Jangka Panjang Pengelolaan Sampah
Meski tidak menolak upaya pengurangan sampah, Wilda menekankan pentingnya pendekatan ekonomi sirkular (circular economy) sebagai solusi pembiayaan pengelolaan sampah.
Ia menyebut bahwa saat ini, anggaran pengelolaan sampah masih minim dan tidak seragam di berbagai daerah.
“Bisnis pengelolaan sampah itu adalah jasa, bukan berburu produk. Circular economy membantu biaya operasional. Jadi semakin sedikit residu, semakin efisien sistemnya,” ungkap Wilda.
Pemilahan Sampah dari Rumah, Bukan Pelarangan Produk
Wilda menyarankan agar pemerintah memfokuskan kebijakan pada pemilahan sampah sejak dari rumah, bukan membuat larangan terhadap produk tertentu. Ia mengingatkan bahwa pelarangan yang tidak dijalankan secara optimal justru berpotensi memperburuk situasi.
“Kalau semua sampah sudah terpilah dari sumber, kalau sistem pengangkutan dan TPS kita jalan, maka yang masuk ke TPA hanya residu. Itu jauh lebih efektif daripada melarang kemasan ini-itu,” tutupnya. (BEM)