Singaraja, Balienews.com – Badan Gizi Nasional (BGN) Kabupaten Buleleng memperkenalkan inovasi unik dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan melibatkan siswa secara langsung melalui “surat cinta”. Inovasi ini diterapkan untuk memastikan menu yang disajikan tetap bergizi, beragam, seimbang, aman, dan tidak membosankan bagi siswa penerima manfaat.
Siswa Jadi Penentu Selera Menu MBG
Koordinator Wilayah BGN Kabupaten Buleleng, Rusdianto, menjelaskan pada Minggu (2/11) bahwa ide “surat cinta” muncul sebagai upaya menghindari kejenuhan terhadap menu MBG yang sering kali berulang.
Melalui surat yang diselipkan di wadah makan (ompreng), siswa dapat menulis tanggapan terhadap menu yang disajikan setiap hari—mulai dari yang disukai, tidak disukai, hingga usulan menu baru.
“Dengan cara ini, kami bisa mengetahui langsung selera anak-anak. Respon mereka menjadi dasar perbaikan dan pengembangan menu ke depan,” ujar Rusdianto.
Kolaborasi dan Bank Menu Antarwilayah
Selain masukan dari siswa, BGN juga mengumpulkan laporan harian dari SPPG (Satuan Pelaksana Program Gizi), kepala dapur, dan pengelola menu. Semua data tersebut diolah menjadi bank menu yang terbuka untuk berbagi antarwilayah.
“Menu yang terbukti sukses di satu kecamatan bisa diterapkan di kecamatan lain. Ini sistem berbagi terbuka agar seluruh wilayah bisa belajar bersama,” jelasnya.
Adaptasi Menu dengan Karakter Lokal
Rusdianto menekankan pentingnya menyesuaikan menu dengan karakter dan kebiasaan makan lokal siswa. Saat mendampingi SPPG Banjar Dencarik di Kecamatan Banjar, ia menemukan bahwa siswa lebih antusias saat disajikan menu lokal seperti lalapan, siobak, dan lontong.
“Ketika menu lokal diterapkan, antusiasme meningkat dan makanan cepat habis. Artinya, anak merasa dekat dengan makanan yang mereka kenal sejak kecil,” tambahnya.
Program Partisipatif Demi Gizi yang Tepat Sasaran
Saat ini, program MBG di Buleleng masih dalam tahap adaptasi karena tiap wilayah memiliki ketersediaan bahan baku berbeda. Namun, progresnya dinilai positif. BGN berencana menjadikan inovasi partisipatif ini sebagai pola permanen dalam pelaksanaan program MBG.
“Tujuan kami bukan sekadar memberi makan, tapi memastikan makanan benar-benar dimakan, disukai, dan memenuhi kebutuhan gizi siswa. Dengan melibatkan selera anak, program gizi akan jauh lebih tepat sasaran,” tutup Rusdianto. (BEM)




