back to top
Senin, Agustus 18, 2025
- Advertisement -spot_img
BerandaLingkunganInovasi Teba Modern: Kelola Sampah Organik di Halaman Rumah

Inovasi Teba Modern: Kelola Sampah Organik di Halaman Rumah

Gianyar, Balienews.com – I Wayan Balik Mustiana, seorang perajin perak asal Desa Adat Cemenggaon, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Bali, menyulap sudut halaman rumahnya menjadi ruang kreatif ramah lingkungan.

Sejak 2013, pria yang juga aktivis lingkungan ini menerapkan sistem pengelolaan sampah organik melalui konsep teba modern, lubang komposter tertutup yang berfungsi ganda sebagai meja dan resapan air.

Ruang Kreatif Ramah Lingkungan

Di sudut halaman rumahnya, Wayan membangun meja bundar dari beton berdiameter satu meter. Sekilas tampak biasa, namun meja tersebut merupakan penutup lubang komposter di bawahnya.

Di tempat itu, ia kerap membuat kerajinan, menjamu tamu, atau bersantai bersama keluarga, tanpa terganggu bau menyengat dari sampah.

Sampah organik seperti daun kering dan limbah dapur dimasukkan ke dalam lubang tersebut, membuktikan bahwa pengelolaan sampah bisa dilakukan secara estetis dan efisien.

Baca Juga :  Bupati Tabanan Tegaskan Penolakan terhadap Ormas Pengganggu Stabilitas Sosial

Terinspirasi dari Tradisi “Teba”

Konsep teba modern ini terinspirasi dari kearifan lokal Bali yang memanfaatkan teba (halaman belakang rumah) untuk kandang ternak dan tempat membuang sampah organik secara tradisional. Dahulu saat plastik belum digunakan, masyarakat cukup menimbun limbah organik di tanah terbuka.

Namun kini, di tengah tantangan sampah plastik, Wayan mengembangkan sistem yang lebih sistematis sejak 2013-2014. Pada 2016, melalui Forum Peduli Lingkungan yang ia pimpin sejak 2011, lahirlah program Sistem Pengelolaan Sampah Mandiri Perdesaan (Pesan Pede).

Struktur dan Fungsi Teba Modern

Teba modern memiliki lubang komposter berdiameter 80 cm dan kedalaman dua meter. Di atasnya, dibuat penutup beton dengan lubang kecil untuk memasukkan sampah. Alternatifnya, lubang ditambahkan bis beton setinggi 50 cm dengan jalur buka tutup di bagian bawah.

Baca Juga :  Gianyar Larang Pembakaran Sampah dan Jerami Demi Cegah Polusi dan Bahaya Kesehatan

“Mikroorganisme seperti cacing dan semut membantu menguraikan sampah secara alami. Dalam enam bulan hingga satu tahun, sampah berubah menjadi pupuk kompos yang siap digunakan,” ucap Wayan Balik.

Idealnya, setiap rumah memiliki dua lubang agar dapat digunakan bergantian. Lubang ini juga berfungsi sebagai resapan air saat musim hujan.

Peran Kunci Desa Adat dalam Gerakan Lingkungan

Keberhasilan Pesan Pede tak lepas dari peran Desa Adat Cemenggaon. Melalui perarem (aturan adat), seluruh warga diwajibkan membangun teba modern. Saat ini, 356 Kepala Keluarga di desa tersebut telah memiliki lubang komposter sendiri, baik dari dana pribadi maupun bantuan pihak lain.

Sementara itu, sampah anorganik seperti plastik dan kardus dikumpulkan dalam wadah berbeda. Sampah residu seperti popok dan pembalut diangkut mingguan ke TPA Temesi, Gianyar. Sampah non-organik yang telah dipilah dikirim ke Bank Sampah Sami Asri, yang beroperasi sebulan sekali dan dikonversi menjadi tabungan warga.

Baca Juga :  Pengelolaan Sampah di Badung Hasilkan Omzet Miliaran Rupiah

Warga Rasakan Manfaat Ekonomi

Salah satu warga, Wayan Arta, mengaku senang dengan adanya bank sampah. Sampah plastik yang dulu mencemari lingkungan kini berubah menjadi tabungan.

“Saya tidak menyangka, sekarang nilainya sudah ratusan ribu rupiah,” ujarnya. (BEM)

BERITA LAINNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_img

PILIHAN EDITOR

KOMENTAR TERKINI